Di bawah terumbu yang sunyi hiduplah
gurita merah bernama Gugun, Gugun yatim piatu, ayahnya mati tertangkap oleh
pemburu, ayah gugun sebelum mati pernah berpesan kepadanya.
“Gugun jika kamu ingin
diterima oleh teman-temanmu dalam keadaan apapun, jadilah orang yang jujur dan
jangan jadi benalu”
Gugun mendengarnya dengan
seksama, semenjak itu ia mempunyai tekad akan menjalankan pesan terakhir
ayahnya dengan baik-baik.
Gurita merah mendiami daerah
terumbu perairan dangkal bawah laut yang bening airnya, matahari akan masuk
kedalam kisi-kisi terumbu, juga ketika malam cahaya bulan akan memantul ke
dasar laut, itulah kenapa banyak pemburu, penyelam yang suka datang.
Ada berpuluh-puluh keluarga
di situ, kuda laut, ikan teri, bintang laut juga bertetangga di daerah itu, Ayah
Gugun sebelum mati adalah kepala yang menguasai kawasan tersebut, semua
penghuni mengenal baik akan keberaniannya, ketika ada pemburu yang datang
bermaksud akan merusak ekosistem terumbu, atau akan merusak rumah mereka,
mengancam nyawa mereka maka dialah yang paling gagah di barisan terdepan
mengusir pemburu.
Itulah alasan kenapa
kematiannya di tangisi, semua spesies di kawasan itu berkabung, mereka berfikir
keras kira-kira siapa yang pantas untuk menggantikannnya, kuda laut
mengumpulkan semua penghuni kawasan terumbu, ia akan memilih siapa yang pantas
untuk di jadikan pemimpin mereka.
Kuda laut sambil
terseok-seok berdiri diantara mereka yang berkumpul.
“inilah saatnya kita
menentukan siapa yang berhak memimpin kita, semua berhak mengajukan calon”
ucapnya dengan pelan.
Semua hening.
“baiklah saya mengawali, menurut
saya, yang berhak meneruskan tampuk kepemimpinan adalah yang mempunyai garis
keturunan dengan pemimpin sebelumnya teman-teman.”
Semua mata tertuju pada Gugun,
dan Gugun diam saja.
Gurita raksasa yang dari
tadi diam tiba-tiba merangsek kedepan,
“saya tidak setuju kawan, Gugun
masih terlalu kecil untuk mengemban sebagai seorang pemimpin kita,”
“alangkah betulnya perkataan saudara gurita
raksasa kawan, saya masih terlalu kicil untuk memimpin kalian, jangan jadikan
saya pemimpin kalian!” Gugun menyela dengan sopan.
Semua terdiam. Tak ada
keputusan yang bisa di ambil saat itu, semua tak bisa memberikan solusi yang
cermat. Kura-kura yang terdiam sejak tadi akhirnya angkat bicara,
“begini usul saya
kawan-kawan, bagaimana kalau untuk sementara sekedar mengisi kekosongan
kepemimpinan saya usulkan saja bagaimana kalau sementara dipimpin Gugun. Sampai
ada pertemuan berikutnya dan ada calon yang tepat memimpin kita. Apakah kalian
setuju kawan-kawan?”
“Setujuuu…” semuanya kompak.
Gurita raksasa tak bisa
berkata apa-apa karena semua telah menyetujui, hanya gurita raksasa yang
cemberut seperti tidak menerima keputusan, dalam hatinya menyimpan dendam,
amarah, dan ia seperti merancanakan siasat busuk untuk Gugun.
***
Minggu pertama semenjak
kepemimpinan Gugun semua tampak damai, namun disuatu malam gangguan itupun
datang, pemburu datang membawa tombak. Gugun yang mengetahui hal itu segera
menghadang dengan sigap, dan mulai mengeluarkan racun-racun untuk mengusir
mereka, mereka yang berjumlah empat orangpun lari tunggang langgang.
Para spesies yang melihat
keberanian Gugun mulai yakin, Gugun adalah titisan ayahnya, kegagahannya,
wibawanya, keberaniannya benar-benar mirip ayahnya, hanya saja tubuhnya yang
kecil membuat penghuni kawasan terumbu karang kadang menjadi sangsi.
Diam-diam gurita raksasa
mulai dengki, sampai hampir berakhir minggu kedua, tak tampak pemburu datang,
para penghuni terumbu mulai mengelu-elukan Gugun, ada sebagian yang mulai
menyebutnya sebagai pahlawan baru kawasan terumbu karang, gurita raksasa
menyimpan dendam, dia mulai merancang taktik agar nanti ketika pemburu datang
dia masuk jebakan.
Hari mulai senja, tiba-tiba
datang pemburu dengan membawa pasukan dengan jumlah yang lebih banyak. Gugun mulai mengabarkan pada para penghuni terumbu
karang untuk sembunyi di rumah-rumah,
“ada pemburu, ada pemburu,
sembunyi, sembunyi…” teriak Gugun sambil berlari mengelilingi kawasan.
“Jika lama saya tak kembali
tolong kirim bantuan” pesannya pada gurita raksasa sambil berlari kearah
pemburu..
Gugun mulai menghadapinya di
barisan depan, pertempuran berlangsung sengit, jumlahnyapun tidak seimbang, Gugun
kecil melawan sepuluh pemburu. Dia mulai
kewalahan, sedang bantuan tak kunjung datang.
“sreeekk…” tangan Gugun
terkena sabetan tombak, tapi ia pantang menyerah, sekalipun tubuhnya lunglai
kehabisan cairan, ia terus melawan.
“Serrrrrrrrrrr…..” darah
mengucur lagi dari tubuhnya, kali ini lukanya lebih dalam.
Sebelum mata tombak mengenai
tubuhnya, ia segera melarikan diri, bersembunyi diterumbu, matanya masih terasa
perih, lukanya tak seberapa dibanding dengan pengkhianatan yang telah dilakukan
oleh gurita raksasa.
Gugun terjepit dan pemburu
mulai merusak persembunyian Gugun, ia terus berdoa agar dikirim bantuan, ketika
keadaan tengah genting tiba-tiba muncul sekelompok anak hiu, mereka mengusir
para pemburu dengan gagah, Gugun bersyukur ia terselamatkan.
Iapun berterimakasih pada
kawanan hiu itu.
“kalau tidak ada kalian saya
tak bisa membayangkan bagaimana nasib saya kawan,” ucapnya dengan menahan
sakit.
“Ah, anggap saja ini balas
budi kami pada kalian, dulu kami juga pernah di tolong oleh ayahmu”
Kemudian mereka tampak
berpelukan.
“Bagaimana kau tahu aku
sedang bahaya kawan?”
“Tadi kami melihat gurita
raksasa membawa rombongan kearah selatan, aku pikir ada yang tak beres, ah,
ternyata benar saja” kami langsung mengusir para pemburu itu” ucap salah satu
anak hiu dengan senyuman.
Semenjak itu kawasan terumbu
karang dilindungi oleh sekawanan anak-anak hiu.
***
Di suatu pagi, munculah beberapa
gurita dan teman-temannya dengan tubuh compang-camping penuh luka.
Gugun langsung menolongnya
dengan sigap,
“maafkan kami Gugun, kami telah
di ajak gurita raksasa untuk pergi meninggalkanmu” ucap salah satu rombongan.
“Sudahlah lupakan itu, keadaaan
sekarang sudah aman, cepatlah kembali benahi rumah kalian yang telah dirusak
oleh pemburu, jika sudah membaik cepatlah benahi rumah kalian yang telah rusak”
ucapnya dengan sopan.
“ Terimakasih gurita merah
kami tak akan melupakan jasamu…”
Lalu tak beberapa lama datanglah
gurita raksasa dengan tubuh hampir roboh dan penuh luka. Gurita dengan sigap
langsung mengobati lukanya, membopong kerumahnya.
“Terimakasih kawan, kau
memang pantas menjadi pemimpin kami.” Ucap gurita raksasa penuh sesal.
“Jangan pikirkan itu kawan,
kesehatanmu lebih penting, kalau engkau berkenan tinggallah dirumahku sampai
lukamu sembuh” ucap Gugun mengakhiri.
Gurita raksasapun tersenyum
dan keduanya berpelukan.
“Kenapa kau tak dendam
padaku yang sudah berniat mencelakakanmu?” Tanya gurita raksasa hati-hati.
“Aku cuma sedang menjalankan
pesan ayahku, kawan” jawab Gugun dengan senyuman.
“Jadilah orang yang jujur,
dan jangan jadi benalu”
Dan semenjak itu mereka
beteman, gurita raksasa selalu menjaga keamanan kawasan semanjak itu.
Selesai.