Senin, 24 Maret 2014

LELAKI BEKAS KULI BANGUNAN



Tak ada siapa-siapa di beranda depan rumah mertuaku, kecuali pohon rambutan yang menambah temaram halaman, pohon mangga setinggi orang dewasa di sebelahnya tak terlalu rimbun, malam ini aku sudah berjanji bertemu seorang guruku yang akan silaturahim kerumah setelah maghrib, waktu sudah beranjak pukul 19.30 WIB tapi belum ada tanda-tanda kedatangannya, aku hafal suara motor bebeknya.
Tepat pukul 19.45 WIB beliau datang agak tergesa-gesa.
“maaf mas, tadi di rumah ada tamu jadi nggak bisa tepat waktu” ucapnya pelan.
“nggak apa bi, nunggunya juga belum lama ini” ucapku merendah.

Kami bicara empat mata malam itu, tentang perjalanan hidup beliau yang berliku-liku, juga kadang beliau menyisipkan pelajaran disetiap kisahnya, beliau buatku adalah seorang yang luar biasa.
“Saya lahir dari keluarga sederhana” ucapnya memulai cerita.
“perjalanan pendidikan saya dimulai dengan sekolah formal di kampung dan  untuk membiayainya, seusai sekolah maka saya menjadi kuli apa saja, sehingga saya sudah kebal dengan bermacam-macam penderitaan, dan Alhamdulillah orang tua selalu medukung saya, mereka selalu mendoakan saya di setiap sholatnya.
“Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan pendidikan SMA dengan nilai lumayan memuaskan tanpa kendala, mungkin ini adalah berkah doa orang tua, mas” ucapnya tersenyum.
Setelah kami menyeruput teh hangat yang di sajikan istriku, beliau melanjutkan cerita.
“setelah lulus SMA tantangan saya semakin besar, saya punya cita-cita agar bisa kuliah dengan apapun caranya”
“Dan inilah alasan kenapa saya selanjutnya pernah menjadi seorang pekerja bangunan di Jakarta, juga pernah bekerja menjadi kuli apa saja, sudah biasa, tak lain tujuannya adalah agar tiap bulan saya bisa menyisihkan uang untuk persiapan kuliah di tahun depan.”
“berbekal sedikit tabungan tahun depannya  saya bisa kuliah di Sekolah Tinggi Dakwah Al Hikmah Jakarta, selanjutnya saya harus berfikir lebih berat lagi bagaimana saya harus menghadapi kehidupan berikutnya, saya tak sampai hati jika harus merepotkan orang tua di kampung”
“Lagi-lagi Alloh mendengar doa orang tua saya, saya bisa nyambi menjadi marbot di kampus, juga sesekali di minta membantu tugas seorang dosen yang mungkin trenyuh melihat keadaan saya, saya sering menyeleksi berkas-berkas mahasiswa yang bertumpuk-tumpuk, dan sebagai upahnya saya bisa menghidupi keadaan ekonomi beberapa hari”
“Kedekatan dengan dosen inilah ternyata menjadi jalan saya bertemu dengan istri saya, ketika sedang menyeleksi berkas mahasiswi baru, mata saya tiba-tiba tertarik pada sosok seorang perempuan kelahiran Makasar, dan hati saya tiba-tiba berdoa, Ya Alloh andaikan ia menjadi istri saya”
Beliau terdiam sejenak, lalu tersenyum.
“Alloh mengabulkan doa saya, suatu saat dia menjadi ibu dari anak-anak saya.” Ucapnya tersenyum.
Dan akupun ikut tersenyum, lucu dan menginspirasi.
“Abi ingat kenapa memilihnya?” hatiku ingin menanyakan itu sebenarnya.
 “setelah menikah saya memboyongnya ke kampung, saya mengajar di sebuah SMA di pinggiran kampung Kabupaten Tegal, dengan gaji pertama yang jauh dari kata cukup dan disinilah bayangan tentang istri saya benar-benar kenyataan, dia perempuan kuat menghadapi keadaan, dia tidak banyak mengeluh, sampai anak kami yang kelima lahir benar-benar menjadi tantangan lumayan berat untuk saya, “Hari-hari yang terasa paling berat buat saya dan istri saya adalah ketika anak pertama kami mulai masuk di bangku kuliah, apa saja kami jual untuk menutupi segala kekurangan, uang tabungan habis, tapi lagi-lagi Alloh mungkin mengabulkan doa orang tua saya di setiap sholatnya, saya selalu di beri kemudahan, ketenangan.”
 “Setelah mengabdi selama belasan tahun menjadi guru di sekolah itu, partai mengamanahi saya untuk di calonkan di ajang pilihan legislatif, tahun 2004 saya maju menjadi calon anggota legislatif dengan modal seadanya, istri saya adalah tim suksesnya dengan di bantu para relawan yang semangatnya luar biasa, dan setiap melihat mereka memperkenalkan nama saya di kampung-kampung maka semangat saya seolah bangkit, seakan saya di bakar oleh kata-kata mereka.”
“dan Innalillahi wa innailaihi rojiun, Alloh menguji saya dengan jabatan baru sebagai seorang anggota dewan yang penuh dengan tudingan-tudingan miring di dalamnya, dan saya berjuang sekuat tenaga untuk meluruskan itu, dengan pengabdian pada masyarakat dan semua karena doa orang tua yang tulus, saya menjadi kuat menjalani peran sebagai apapun”
“Tahun 2009, Alloh menguji saya lagi untuk yang keduakalinya untuk mengabdi sebagai anggota DPRD kabupaten Tegal, saya bahkan kemudian menduduki jabatan penting Ketua Komisi.”
Kami meyeruput lagi teh hangat yang sudah dingin, dan ternyata tanpa sadar sudah pukul 22.00 WIB. Beliau terdiam sebagai tanda menyudahi ceritanya.
“Terimakasih ceritanya ustadz, Insya Alloh bisa menjadi pelajaran buat keluarga saya kedepannya”
Beliau berpamitan, waktu sudah malam.
“jaga kesehatan antum, ya!” pesannya pelan.
Motor bebeknya melaju dari halaman, kemudian hilang ditelan tikungan, dan saya baru menyadari ada butiran bening dipipi saya, mata saya menjadi hangat. Betapa ada pelajaran berharga dari lelaki tua itu yang lama tak kusadari. Dan lelaki tua itu adalah guru saya yang sederhana Ustadz Wakhidin BA, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Tegal.

tulisan ini telah di edit seperlunya, ada beberapa isi tulisan yang saya nukil dari tulisan-tulisan beliau di media sosial.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar