Rabu, 28 Maret 2012
pelajaran dari sudut wanasari
Desa Pakulaut yang murung, sudut kamar, yang menyepi, sela-sela lipatan jendela menampakan dingin...
tubuhku utuh, tapi jiwaku berserakan kesana-kemari, tanpa semangat.
semua agenda harian terbengkalai, agenda mingguan berantakan.
Semua seperti kumpulan mimpi yang terbungkus karung, bertebaran bersama bintang, menjelma redup tanpa cahaya,
anaku bilang " aku galau......"
ta' lim rutin seperti berat sekali, aku selalu punya alibi untuk selalu aku benarkan sendiri. padahal alasan-alasan apapun pada dasarnya hanya semakin menampakan kelemahan kita.
seandainya kujabarkan alasan-alasan itu :
ketiadaan kendaraan, anak yang rewel, waktu yang padat, masalah ekonomi, masalah keluarga, dan banyak lagi...
____
Sore yang cerah,
istriku minta diantar menengok teman satu liQonya yang usai melahirkan anak yang ke 2, imah namanya...
setelah melewati jembatan gantung, kami sampai di dusun wanasari, cukup sulit juga mencari alamatnya. rumahnya masuk gang kecil, setelah tanya sana-sini kami sampai di depan rumah ukuran 6 X 8m, rumah tanpa kursi tamu, tanpa meja tamu, tanpa plester,
kamipun duduk berdesakan di dipan bambu..
rumahnya di penuhi pernak-pernik penangkap kodok, ada yang tergantung, berserakan.
dan kamipun di persilahkan masuk, oleh laki-laki, dan perempuan kecil berjilbab kumal.(imah dan suaminya ternyata mereka...RED)
tubuhku yang padat seketika itu luluh, dihadapannya aku menjadi merasa kecil sekali...
dialah perempuan yang tabah meskipun suaminya hanya pencari kodok ijo, semangatnya mencari ilmu begitu besar, dia harus menggenjot sepedanya yang reot dari sudut desanya sampai tempat ngaji berjarak 3 KM,
Suaminya tampak seorang yang penyayang, meski pendidikannya rendah, tapi semangat untuk kelurganya begitu tinggi..
...kulone bingung waktu niku, nadanya datar mulai bercerita,
ternyata istrinya saat melahirkan harus dibawa kerumah sakit karena ari-arinya tak bisa keluar, dan bidan saat itu merujuknya untuk keRumah Sakit.
...malah kulo ngangge celana pendek, mboten sempet ngangge klambi sing leres
bayangannya saat itu dia harus nyiapkan uang lima juta. untuk biaya ini itu.
tapi untungnya saat itu pake kartu GAKIN, ..."wajahnya sumringah..."
ada sesuatu yang kembali menghentak diuluhatiku, aku menangis tanpa air mata,
aku malu padanya, semua yang kukeluhkan tiap hari belum apa-apa dibandingnya....
perempuan mungil dan lelaki pencari kodok ijo.
ternyata laki-laki yang sabar menghadapi tuntutan hidup, bukanlah kita yang bergelar, berkehormatan, bertanda bintang.
tapi dia lelaki bercelana pendek, pencari kodok ijo, tapi selalu mendukung istrinya ikut majlis ta'lim...
padahal kita punya lebih darinya, tapi kita lebih sering mengeluh : mengeluhkan istri, mengeluhkan waktu sehingga kita beralibi seolah membenarkan sikap kita untuk tidak berangkat ke majlis ilmu,
kita selalu menjadi pennyerah..
_________
perlahan mimpi-mimpiku yang berpendar kini kukumpulkan kembali, menjadi partikel-partikel yang siap meletup menjadi bara semangatku....
belajar darinya perempuan disudut wanasari...
Langganan:
Postingan (Atom)